Minggu, 02 Agustus 2015

Pengantar Ekonomi Mikro



Penerapan dari Teori Opportunity Cost Ekonomi Mikro

[Sorry, Grafik No Available]

Grafik diatas menunjukkan bahwa sebuah kepuasan yang kita terima harus dibayarkan dengan pengorbanan. Jika dideskripsikan lebih jelas, grafik tersebut memaparkan dua kondisi yakni berjalan kaki dan naik becak. Semakin tinggi atau besar tenaga yang dikeluarkan maka semakin kecil uang yang dikeluarkan. Begitupun sebaliknya saat berada dalam kondisi jalan kaki. Begitupun sebaliknya saat berada dalam kondisi memilih naik becak, maka semakin kecil tenaga yang dikeluarkan  tetapi uang yang dikeluarkan semakin besar.
        Apabila kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat mengambil contoh disekitar Kampus Universitas Trunojoyo Madura.Disini banyak dijumpai mahasiswa yang ngontrak rumah disekitar UTM yang tidak mempunyai kendaraan. Jika mereka akan pergi kuliah, mereka mempunyai dua alternatif pilihan yaitu antara dengan berjalan kaki atau dengan naik becak.
        Jika mereka memilih pilihan pertama dengan berjalan kaki. Mereka harus merelakan untuk meluangkan tenaga dan waktu lebih banyak agar bisa sampai di kampus dengan tepat waktu. Namun disisi lain mereka telah menghemat uangnya sebesar Rp. 7000., dan mereka bisa menggunakan uang tersebut untuk membeli makan siang.
        Ketika mahasiswa memilih yang kedua yaitu pergi ke kampus dengan naik becak maka mereka tidak perlu butuh waktu lama dan tenaganya agar bisa sampai di kampus tepat waktu. Namun mereka harus mengeluarkan uang sebesar Rp. 7000., untuk bisa menikmati jasa yang di berikan oleh tukang becak.
        Kalau kita amati mahasiswa jarang menggunakan jasa naik becak tersebut. Mereka lebih senang meluangkan banyak waktu dan tenaga untuk bisa sampai di kampus. Mereka beranggapan bahwa dengan naik becak maka uang yang kita miliki akan berkurang dan lebih senang jika uang untuk membayar jasa tukang becak tersebut digunakan untuk membeli makan siang atau lainnya. Mereka akan menggunakan jasa becak jika dalam keadaan terpaksa yaitu punya sedikit waktu sedangkan untuk berjalan kaki ke kampus membutuhkan waktu sekitar 20 menit. Atau karena sesekali merasa bosan berjalan kaki sendirian dari tempat kost dan menginginkan keadaan yang sedikit berbeda dari biasanya.
         Intinya , setiap pilihan yang telah dipilih oleh mahasiswa memiliki tingkat tersendiri yang dapat dirasakan oleh para mahasiswa tersebut. Faktor kenyaman, waktu dan biayalah bagi mereka untuk bisa memilih diantara dua alternatif saat hendak pergi ke kampus.
        Perilaku sebagian mahasisawa UTM diatas tidak lepas dari kegiatan ekonomi. Dimana seorang individu/ kelompok masyarakat mengambil keputusan yang optimal untuk memaksimumkan kepuasan dan keuntungan pada berbagai kondisi lingkungan yang dihadapi.



PRODI AKUNTANSI KELAS A

KELOMPOK :
1.       KAMALINDA                      (140221100009)
2.       MALINDA SOFYANA       (140221100010)
3.       NUR FINDRIYANI S          (140221100026)

Makalah Holding Company (Induk Perusahaan)



Makalah Aspek Hukum Bisnis
Holding Company



Description: C:\Users\Bio\Documents\Download%2BGambar%2BLogo%2BUniversitas%2BTrunojoyo%2BMadura.png





Penulis:
KAMALINDA
(140221100009)
Akuntansi Kelas A
Semester 2

Pengajar:
Nita Ariyani, S.H., M.H


 

Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universita Trunojoyo Madura









Kata Pengantar


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Holding Company. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan Holding Company. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna.
Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.




Bangkalan, 6 April 2015



Penulis









  

Daftar Isi



Bab I  Pendahuluan

1.1  Latar Belakang

Dalam perkembangan di dunia bisnis dimana perusahaan grup menjadi salah satu pilihan bentuk usaha yang banyak dipilih oleh para pelaku usaha di Indonesia. Pada prakteknya dapat kita temui perusahaaan-perusahaan berskala besar tidak lagi dijalankan melalui bentuk perusahaan tunggal tetapi dalam bentuk perusahaan grup.
Perusahaan kelompok atau lebih dikenal dengan sebutan konglomerasi merupakan topik yang selalu menarik perhatian, karena pertumbuhan dan perkembangan perusahaan grup yang tidak terkendali dapat menimbulkan monopoli terhadap suatu jaringan usaha. Disisi lain perusahaan grup itu dianggap diperlukan untuk mempercepat proses pembangunan perekonomian dalam suatu negara. Hubungan-hubungan yang ada diantara perusahaan anggota grup dapat diartikan sebagai hubungan antara badan-badan hokum yang ada didalam suatu grup tersebut; yaitu badan hukum dengan bentuk Perseroan Terbatas. Hubungan itu dapat terjadi antara lain karena adanya keterkaitan kepemilikan yang banyak atau sedikit. Mempunyai keterikatan yang erat baik satu sama lain; dalam kebijakan menjalankan usaha maupun dalam hal pengaturan keuangan dan hubungan organisasi.Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa perusahaan yang berada dibawah satu pimpinan sentral atau pengurusan bersama dikelola dengan gaya dan pola yang sama.[1]
Di Indonesia istilah perusahaan kelompok lebih dikenal dengan konglomerasi. Kata konglomerasi berasal dari kalimat bahasa inggris yaitu conglomerate. Menurut Black Law Dictionary pengertian conglomerate berarti "a corporation that owns unrelated enterprises in wide variety of industry".[2] Dari pengertian tersebut bisa disimpulkan bahwa konglomerasi atau perusahaan kelompok merupakan perusahaan yang memiliki hubungan yang berbeda dengan perusahaan-perusahaan dalam beragam jenis industri. Di Indonesia selain dengan istilah konglomerasi, juga dikenal dengan perusahaan kelompok, grup perusahaan, atau konsern, yang mana terjemahan dari bahasa Belanda yaitu concern.
Memang harus diakui perusahaan kelompok kini sudah banyak beredar di sekitar kita karena hampir semua negara di dunia melakukan kegiatan bisnis ini baik di negara maju ataupun negara berkembang. Contohnya saja, Indonesia memiliki perusahaan kelompok seperti Perusahaan Semen Indonesia sebagai induk perusahaan yang memiliki banyak anak perusahaan seperti PT Semen Padang, PT Semen Gresik, PT Semen Tonasa, dan Thang Long Cement Vietnam dan Holding Company BUMN perkebunan Pemerintah melalui Kantor Menneg BUMN telah membuat perencanaan akan adanya penggabungan usaha PT Perkebunan Nusantara I (PTPNI) sampai PT Perkebunan Nusantara XIV (PTPN XIV) menjadi dua  perusahaan induk yakni holding PTPN Barat dan PTPN Timur, namun program yang direncanakan diharapkan dapat terealisasi secepatnya.

1.2 Rumusan Masalah

1.      Apa yang dimaksud dengan Holding Company?
2.      Bagaimana Prosedur pembentukan Holding Company?
3.      Apa saja keuntungan dan kerugian Holding Company?

1.3 Tujuan

1.      Mengetahui pengertian dari Holding Company
2.      Mengetahui prosedur pembentukan Holding Company
3.      Mengetahui keuntungan dan kerugian Holding Company

1.4 Manfaat

Secara teoritis makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai apa yang dimaksud dengan perusahaan grup (holding company) dan melihat efektivitas adanya konstruksi perusahaan grup di Indonesia terkait apakah keberadaannya dapat memberikan manfaat dan kemajua bagi masyarakat secara umum.




 

Bab II Pembahasan

2.1 Pengertian

Apa yang dimaksud dengan holding company atau disebut juga Perusahaan Induk dalam bahasa Indonesia, adalah suatu perusahaan yang bertujuan untuk memiliki saham dalam satu atau lebih perusahaan lain dan dapat mengendalikan semua jalannya proses usaha pada setiap badan usaha yang telah dikuasai sahamnya. Dengan melakukan pengelompokan perusahaan ke dalam induk perusahaan, diharapkan tercapainya tujuan peningkatan atau penciptaan nilai pasar perusahaan (market value creation) berdasarkan lini bisnis perusahaan. Perusahaan Induk sering juga disebut dengan Holding Company, parent company, atau Controlling Company. Biasanya (walaupun tidak selamanya), suatu Perusahaan Induk memiliki banyak perusahaan yang bergerak dalam bidang-bidang bisnis yang sangat berbeda-beda.[3] Sedangkan perusahaan-perusahaan yang manajemen dan operasionalnya dikendalikan oleh perusahaan induk disebut dengan sebagai Perusahaan Anak (Subsidiary Company). Hubungan antara perusahaan induk dan perusahaan anak disebut Hubungan Affiliasi. Perusahaan anak merupakan unit perusahaan yang terpisah dan mandiri secara yuridis dari perusahaan induk.
Dalam dunia bisnis, kehadiran holding company merupakan sesuatu hal yang lumrah, mengingat banyak perusahaan yang telah melakukan kegiatan bisnis yang sudah sedemikian besar dengan berbagai garapan kegiatan, sehingga perusahaan itu perlu dipecah-pecah menurut penggolongan bisnisnya. Namun dalam pelaksanaan kegiatan bisnis yang dipecah-pecah tersebut, yang masing-masing akan menjadi perseroan terbatas yang mandiri masih dalam kepemilikan yang sama dengan pengontrolan yang masih tersentralisasi dalam batas-batas tertentu; artinya walaupun perusahaan tersebut telah dipecah-pecah dan menjadi perseroan terbatas tersendiri; tidak otomatis terpisah mutlak dari perusahaan holding.
Holding Company berfungsi sebagai perusahaan induk yang berperan merencanakan, mengkoordinasikan, mengkonsolidasikan, mengembangkan, serta mengendalikan dengan tujuan untuk mengoptimalkan kinerja perusahaan secara keseluruhan, termasuk anak perusahaan dan juga afiliasi-afiliasinya. Penggabungan badan usaha dalam bentuk Holding Company pada umumnya merupakan cara yang dianggap lebih menguntungkan, dibanding dengan cara memperluas perusahaan dengan cara ekpansi investasi. Karena dengan pengabungan perusahaan ini akan diperoleh kepastian mengenai: Daerah pemasaran, sumber bahan baku atau penghematan biaya melalui penggunaan fasilitas dan sarana yang lebih ekonomis dan efisien (Hadori yunus;1990).

Ciri- ciri Holding company adalah:
1.      Terdiri daripada dua orang atau lebih.
2.      Ada kerjasama.
3.      Ada komunikasi antar satu anggota dengan yang lain.
4.      Ada tujuan yang ingin dicapai.
5.      Memiliki induk perusahaan yaitu holding company itu sendiri.
6.      Memiliki anak perusahaan, yaitu badan- badan usaha yang dikuasainya.
7.      Menyerahkan pengelolaan bisnis yang dimiliki kepada manajemen yang terpisah dari manajemen holding.
8.      Menguasai mayoritas saham dari masing-masing saham di anak perusahaan holding serta mengendalikan semua proses bisnis dari masing-masing anak perusahaan tersebut yang telah dikuasai sahamnya.
9.      Setiap anak perusahaan holding memiliki line bisnis yang berbeda-beda. Yang di mana hubungan antara induk perusahaan dengan anak perusahaan di sebut hubungan affiliasi.
10.  Membeli dan menguasai sebagian besar saham dari beberapa badan usaha lain.
11.  Sumber pendapatan utama bagi Holding Company (Peusahaan Induk) adalah pendapatan deviden yang diperoleh dari saham-saham yang dimilikinya.
12.  Kekayaan holding company diperoleh dari saham – saham dari masing – masing badan usaha yang dikuasainya.

Sejalan dengan tujuan pembentukan Holding, maka program ini akan memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Mendorong proses penciptaan nilai , market value creation dan value enhancement.
2. Mensubstitusi defisiensi manajemen di anak-
anak perusahaan.
3. Mengkoordinasikan langkah agar dapat akses
ke pasar internasional.
4. Mencari sumber pendanaan yang lebih murah.
5. Mengalokasikan kapital dan melakukan
investasi yang strategis.
6. Mengembangkan kemampuan manajemen
puncak melalui cross-fertilization.

Terdapat dua model pengendalian perusahaan grup ditinjau dari kegiatan usaha induk perusahaannya, yakni investment holding company dan operating holding company. Yang menurut penjelasannya investment holding company hanya sebatas menanamkan sahamnya pada suatu perusahaan tanpa melakukan kegiatan pendukung ataupun kegiatan operasional, sedangkan operating holding company yaitu induk perusahaan menjalankan kegiatan usaha atau mengendalikan anak perusahaan.[4]
Pengembangan bisnis melalui mekanisme perusahaan grup kini telah semakin berkembang secara pesat. Perusahaan grup dianggap sebagai bentuk usaha yang paling mampu memenuhi kebutuhan kegiatan usaha berskala besar dan memiliki lini usaha yang terdiversifikasi.[5]
Secara umum ada dua  alasan utama pembentukan atau pengembangan perusahaan grup:
1.      Perintah peraturan perundang-undangan, berimplikasi kepada terbentuknya perusahaan grup biasanya melibatkan kepentingan ekonomi pengelolaan negara/daerah dari badan usaha milik Negara/daerah. Peraturan peeundang-undangan ini memuat ketentuan yang didorong oleh kepentingan bisnis dari penyertaan modal pemerintah serta meningkatkan efisiensi ataupun daya saing badan usaha yang bersangkutan.
2.      Respons pelaku usaha terhadap escape claused dalam peraturan peeundang-undangan. Peraturan petundang-undangan ini biasanya bersifat sektoral yang hanya mengatur sektor usaha atau industri kecil saja, pembentukannya disebabkan oleh adanya respons pelaku usaha pada suatu sektor usaha atau industri.[6]

2.2 Klasifikasi Perusahaan Induk

Variasi hubungan hukum antara perusahaan induk dengan anak perusahaan juga terlihat dari terdapatnya klasifikasi perusahaan induk. Klasifikasi perusahaan induk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai criteria seperti tinjauan dari keterlibatannya dalam berbisnis, keterlibatannya dalam hal pengambilan keputusan, dan keterlibatan dalam hal equity.[7]
Sedangkan menurut Munir Fuady, klasifikasi perusahaan induk dapat dibagi dalam dalam 2 kriteria, yaitu ditinjau dari keterlibatannya dalam berbisnis, dan ditinjau dalam hal pengambilan keputusan. Klasifikasi kriteria dari perusahaan induk diterangkan lebih lanjut sebagai berikut:
1.      Ditinjau dari segi keterlibatan perusahaan induk dalam berbisnis.
Apabila dipakai sebagai kriterianya berupa keterlibatan perusahaan induk dalam berbisnis sendiri (tidak lewat anak perusahaannya) maka perusahaan induk dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a)      Perusahaan induk semata-mata.
Jenis perusahaan induk semata-mata ini secara de facto tidak melakukan bisnis sendiri dalam praktek, terlepas dari bagaimana pengaturannya dalam anggaran dasarnya. Sebab jarang ada anggaran dasar perusahaan yang menyebutkan bahwa maksud dan tujuan perusahaan semata-mata menjadi perusahaan induk. Jadi perusahaan induk semata-mata ini sebenarnya memang dimaksudkan hanya untuk memegang saham dan mengontrol anak perusahaannya itu.
b)      Perusahaan induk beroperasi.
Berbeda dengan perusahaan induk semata-mata, perusahaan induk beroperasi disamping bertugas memegang saham dan mengontrol anak perusahaan, juga melakukan bisnis sendiri. Biasanya perusahaan induk beroperasi memang sedari awal, sebelum menjadi perusahaan induk sudah terlebih dahulu aktif berbisnis sendiri.
2.      Ditinjau dari keterlibatan dalam pengambilan keputusan.
Apabila dilihat dari faktor sejauh mana perusahaan induk ikut terlibat dalam pengambilan keputusan oleh anak perusahaan, maka perusahaan induk dapat dibagi dalam kategori:
1)      Perusahaan induk investasi. Dalam hal ini, tujuan dari perusahaan induk investasi memiliki saham pada perusahaan anak semata-mata hanya untuk investasi, tanpa perlu mencampuri soal manajemen dari perusahaan anak. Karena itu, kewenangan mengelola bisnis sepenuhnya atau sebagian besar berada pada perusahaan anak.
Biasanya dalam praktek eksistensi dari perusahaan induk investasi disebabkan karena faktor-faktor sebagai berikut:
·         Perusahaan induk tidak mempunyai kemauan atau kemampuan atau pengalaman atau pengetahuan terhadap bisnis anak perusahaannya.
·         Perusahaan induk hanya sebagai pemegang saham minoritas pada anak perusahaan.
·         Mitra usaha dalam perusahaan anak lebih mampu atau lebih terkenal dalam bidang bisnisnya.
2)      Perusahaan induk manajemen. Berbeda dengan perusahaan induk investasi. pada perusahaan induk manajemen, keterlibatannya pada perusahaan anaknya tidak hanya sebagai pemegang saham pasif semata-mata. Tetapi turut serta dan mencampuri atau setidak-tidaknya memonitor terhadap pengambilan keputusan bisnis dari perusahaan anak.[8]

Beberapa pola yang menyebabkan adanya keterlibatan perusahaan holding dalam mengambil keputusan pada anak perusahaan:
§  Operasional hak veto
§  Ikut serta dalam dewan direksi secara langsung
§  Ikut serta dalam dewan komisaris
§  Ikut serta dalam dewan direksi/komisaris secara tidak langsung
§  Ikut serta tanpa ikatan yuridis-yuridis. Ditinjau dari keterlibatan equity:
1.      Perusahaan holding afiliasi : mempunyai saham tidak sampai 51%
2.      Perusahaan holding subsidiari : mempunyai saham 51% tetapi tetap kompetitif dibandingkan dengan pemegang saham lainnya.

2.3 Proses Pembentukan Holding Company

Secara Umum Proses pembentukan Holding Company dapat dilakukan dengan tiga prosedur, yaitu:
1.      Prosedur residu. Dalam hal ini perusahaan asal dipecah pecah sesuai masing masing sektor usaha. Perusahaan yang dipecah pecah tersebut telah menjadi perusahaan yang mandiri, sementara sisanya (residu) dari perusahaan asal dikonversi menjadi perusahaan holding, yang juga memegang saham pada perusahaan pecahan tersebut dan perusahaan-perusahaan lainnya jika ada.
2.      Prosedur penuh. Prosedur penuh ini biasanya dilakukan jika sebelumnya tidak terlalu banyak terjadi pemecahan atau pemandirian perusahaan, tetapi masing-masing perusahaan dengan kepemilikan yang sama atau bersama hubungan saling terpencar-pencar, tanpa terkonsentrasi dalam suatu perusahaan induk. Dalam hal ini, yang menjadi perusahaan induk bukan sisa dari perusahaan asal seperti pada prosedur residu, tetapi perusahaan penuh dan mandiri. Perusahaan mandiri calon perusahaan induk ini dapat berupa:
a.       Dibentuk perusahaan baru.
b.      Diambil salah satu perusahaan dari perusahaan yang sudah ada tetapi masih dalam kepemilikan yang sama atau berhubungan.
c.       Diakuisisi perusahaan yang lain yang sudah terlebih dahulu ada, tetapi dengan kepemilikan yang berlainan dan mempunyai keterkaitan satu sama lain.
3.      Prosedur terprogram. Dalam prosedur ini pembentukan perusahaan holding telah direncanakan sejak awal memulai bisnis. Karenanya, perusahaan yang pertama sekali didirikan dalam groupnya adalah perusahaan holding. Kemudian untuk setiap bisnis yang dilakukan, akan dibentuk atau diakuisisi perusahaan lain.  Dimana perusahaan holding sebagai pemegang saham biasanya bersama-sama dengan pihak lain sebagai partner bisnis.

Apabila dilihat dari segi usaha variasi usahanya, suatu grup usaha konglomerat dapat digolong-golongkan kedalam kategori sebagai berikut :
1)      Grup usaha vertical. Dalam grup ini, jenis-jenis usaha dari masing-masing perusahaan satu sama lain masih tergolong serupa. Hanya mata rantainya saja yang berbeda. Misalnya ada anak perusahaan yang menyediakan bahan baku, ada yang memproduksi bahan setengah jadi, bahan jadi, bahkan ada pula yang bergerak dibidang eksport-import. Jadi, suatu kelompok usaha menguasai suatu jenis produksi dari hulu ke hilir.
2)      Grup usaha horizontal. Dalam grup usaha horizontal, bisnis dari masing-masing anak perusahaan tidak ada kaitannya antara yang satu dengan yang lainnya.
3)      Grup usaha kombinasi. Ada juga grup usaha, dimana jika dilihat dari segi bisnis anak perusahaannya, ternyata ada yang terkait dalam suatu mata rantai produksi (dari hulu ke hilir), disamping ada juga anak perusahaan yang bidang bisnisnya terlepas dari satu sama lain. Sehingga dalam grup tersebut terdapat kombinasi antara grup vertical dengan grup horizontal.

2.4 Manajemen Operasi Holding Company:

Untuk menjadi holding company satu perusahaan harus memiliki proporsi saham perusahaan lain yang cukup besar. Perusahaan lain yang berada di bawah pengendalian holding company disebut dengan anak perusahaan atau subsidiary company. Satu holding company dapat menguasai beberapa perusahaan lain dalam industry yang berbeda. Sebagai contoh satu holding company memiliki beberapa anak perusahaan yang bergerak di bidang otomotif, real estate, kimia dan obat-obatan, perkebunan, dan pertanian.

2.5 Tanggung Jawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Anak Perusahaan

Sebuah Perusahaan dalam menjalankan usahanya sudah pasti berhubungan dengan pihak lain yaitu pihak ketiga. Perusahaan melakukan transaksi jual beli, kredit dari perbankan, sewa-menyewa dan lain sebagainya. Biasanya kalau transaksinya dapat berjalan dengan lancar atau tidak ada masalah kondisinya akan aman-aman saja, namun bila terjadi sebaliknya terjadi masalah misalnya perusahaan melakukan wanprestasi maka yang dicari adalah yang menyangkut tanggung jawab. Berhubung yang melakukan transaksi adalah suatu Perusahaan maka mengenai masalah tanggung jawab dipengaruhi oleh statusnya, apakah berstatus badan hukum atau tidak. Adanya perbedaan status tersebut berpengaruh pada siapa yang harus bertanggung jawab.[9]

2.6 Keuntungan Dan Kerugian Dari Perusahaaan Induk

Eksistensi suatu grup usaha konglomerat cenderung untuk mempunyai perusahaan induk (holding), tetapi keberadaan dari perusahaan induk itu sendiri punya keuntungan dan kerugian. Di antara keuntungan mempunyai suatu prerusahaan induk dalam suatu kelompok usaha adalah sebagai berikut:
§  Kemandirian Risiko
Karena masing-masing anak perusahaan merupakan badan hukum berdiri sendiri yang secara legal terpisah satu sama lain, maka pada prinsipnya setiap kewajiban, risiko dan klaim dari pihak ketiga terhadap suatu anak perusahaan tidak dapat dibebankan kepada anak perusahaan yang lain, walaupun masing-masing anak perusahaan tersebut masih dalam suatu grup usaha, atau dimiliki oleh pihak yang sama. Namun demikian, prinsip kemandirian anak perusahaan ini dalam hal dapat diterobos. Kadang kala perusahaan induk dapat melakukan kotrol yang lebih besar terhadap anak perusahaan, sungguh pun misal nya memiliki saham di anak perusahaan kurang dari 50%.
§  Hak Pengawasan Yang Lebih Besar
Jika perusahaan induk diberikan hak veto. Hal seperti ini dapat terjadi antara lain dalam hal-hal sebagai berikut:
ü  Eksistensi perusahaan induk dalam anak perusahaaan sangat diharapkan oleh anak perusahaan. Bisa jadi disebabkan karena perusahaan holding dan/atau pemiliknya sudah sangat terkenal.
ü  Jika pemegang saham lain selain perusahaan induk tersebut banyak dan terpisah-terpisah.   
§  Pengotrolan Yang Lebih Mudah Dan Efektif
Perusahaan induk dapat mengontrol seluruh anak perusahaan dalam suatu grup usaha, sehingga kaitannya lebih mudah diawasi.


§  Operasional Yang Lebih Efisien
Dapat terjadi bahwa atas prakarsa dari perusahaan induk, masing-masing anak perusahaan dapat saling bekerja sama, saling membantu sama lain. Misalnya promosi bersama, pelatihan bersama, saling meminjam sumber daya manusia, dan sebagainya. Disamping itu, kegiatan masing-masing anak perusahaan tidak overlapping.[10]
Karena masing-masing anak perusahaan lebih besar dan lebih benefid dalam suatu kesatuan dibandingkan jika masing-masing lepas satu sama lain, maka kemungkinan mendapatkan dana oleh anak perusahaan dari pihak ketiga relative lebih besar.[11]
§  Keakuratan Keputusan Yang Diambil
Karena keputusan diambil secara central oleh induk perusahaan lain, maka tingkat akurasi keputusan yang diambil dapat lebih terjamin dan lebih prospektif. Hal ini disebabkan, disamping karena staf manajemen perusahaan induk mempunyai kesempatan untuk mengetahui persoalan anak, tetapi juga staf manajemen perusahaan induk mempunyai kesempatan untuk mengetahui persoalan bisnis lebih banyak, karena dapat memperbandingkan dengan anak perusahaan lain dalam grup yang sama, bahkan mungkin belajar dari pengalaman anak perusahaan lain tersebut.
Disamping keuntungan dari eksistensi perusahaan induk dalam suatu grup usaha konglomerat, terdapat pula kerugian-kerugian. Kerugian-kerugian tersebut antara lain dapat disebutkan sebagai berikut:
1)      Pajak ganda.
Dengan adanya perusahaan induk, maka terjadilah pembayaran pajak berganda. Hal ini disebabkan karena adanya kemungkinan pemungutan pajak ketika deviden diberikan kepada perusahaan induk sebagai pemegang saham. Kecuali perusahaan induk merupakan perusahaan modal ventura, yang memegang saham sebagai penanaman modal pada investee company. Dalam hal ini Undang-Undang pajak yang berlaku sekarang tidak memberlakukan pajak ganda.[12]
2)      Lebih birokratis
Karena harus diputuskan oleh manajemen perusahaan induk, maka mata rantai pengambilan keputusan akan menjadi lebih panjang dan lamban. Kecuali pada perusahaan induk investasi, yang memang tidak ikut terlibat dalam manajemen perusahaan induk.
3)      Management one man show
Keberadaan perusahaan induk dapat lebih memberikan kemungkinan akan adanya management one man show oleh perusahaan induk. Ini akan berbahaya, terlebih lagi terhadap kelompok usaha yang horizontal, atau model kombinasi, dimana kegiatan bisnisnya sangat beraneka ragam. Sehingga, masing-masing bidang bisnis tersebut membutuhkan skill dan pengambilan keputusan sendiri-sendiri yang berbeda-beda satu sama lain.
4)      Conglomerat game.
Terdapat kecenderungan terjadinya conglomerate game, yang dalam hal ini berkonotasi negative, seperti manipulasi pelaporan income perusahaan, transfer pricing, atau membesar-besarkan informasi tertentu.
5)      Penutupan usaha.
Terdapat kecenderungan yang lebih besar untuk menutup usaha dari satu atau lebih anak perusahaan jika usaha tersebut mengalami kerugian usaha.
6)      Resiko usaha.
Membesarkan resiko kerugian seiring dengan membesarnya keuntungan perusahaan.

Bab III Penutup


3.1 Kesimpulan

Holding company atau disebut juga Perusahaan Induk dalam bahasa Indonesia, adalah suatu perusahaan yang bertujuan untuk memiliki saham dalam satu atau lebih perusahaan lain dan dapat mengendalikan semua jalannya proses usaha pada setiap badan usaha yang telah dikuasai sahamnya. Dengan melakukan pengelompokan perusahaan ke dalam induk perusahaan, diharapkan tercapainya tujuan peningkatan atau penciptaan nilai pasar perusahaan (market value creation) berdasarkan lini bisnis perusahaan serta agar pihak pemilik saham mendapatkan keuntungan dari dividen sebesar-besarnya.

3.2 Saran

Sebaiknya dibuat suatu peraturan khusus mengenai perusahaan kelompok baik bagi pihak swasta maupun BUMN, yang mengatur mengenai hak dan kewajiban dari perusahaan induk dan perusahaan anak. Dengan adanya kejelasan mengenai hak dan kewajiban tersebut, maka pihak ketiga baik pemegang saham minoritas, karyawan, maupun kreditur akan terlindungi hak-haknya, hal ini juga dapat mencegah bentuknya praktek monopoli di bidang usaha.


 

Daftar Pustaka


Emmy Simanjuntak, 1997, Seri Hukum Dagang; Perusahaan Krlompok (group
company/concern). Jogyakarta: Univ. Gajah Mada.

Munir Fuady, 1999, Hukum Perusahaan dalam Paradigma Hukum Bisnis. Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti.

Gatot Supramono, 2007, Kedudukan Perusahaan sebagai subjek dalam gugatan  perdata di
Pengadilan, Jakarta: PT. Rineka Cipta.

diakses tanggal 30 Maret 2015

diakses tanggal 30 Maret 2015

diakses tanggal 30 Maret 2015 diakses tanggal 30 Maret 2015


diakses tanggal 30 Maret 2015

diakses tanggal 30 Maret 2015

diakses tanggal 30 Maret 2015

diakses tanggal 30 Maret 2015

diakses tanggal 30 Maret 2015

diakses tanggal 30 Maret 2015

diakses tanggal 1 April 2015

diakses tanggal 1 April 2015



[1] Emmy Simanjuntak, 1997, Seri Hukum Dagang, Perusahaan Kelompok (group company/concern), Jogyakarta: Universitas Gajah Mada, hal. 5.
[2] Abriget, 2000, Black’s Law Dictionary 7th St. Paull Minnesotta, West Publishing Co, hal. 242
[3] Ibid
[4] Sulistyowati. Aspek Hukum dan Realita Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia. (Jakarta: Erlangga. 2010) hal. 25
[5] Sulistyowati. Aspek Hukum dan Realita Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia. (Jakarta: Erlangga. 2010) hal. 64
[6] Sulistyowati. Aspek Hukum dan Realita Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia. (Jakarta: Erlangga. 2010) hal. 65
[7] Munir Fuady, 1999, Hukum Perusahaan dalam Paradigma Hukum Bisnis. Bandung: PT. Citra aAditya Bakti, hal. 95
[8] Munir Fuady, Hukum Perusahaan. Op. Cit, hal. 95-97
[9] HMU Fattowi Assari, “Peningkatan Kinerja BUMD Melalui Pengembangan Holding Company, Tesis Fakultas Sosial Politik Program S2 Univ. Indonesia, Jakarta, 2000, hal. 24
[10] Ibid
[11] Ibid
[12] Gatot Supramono, S.H, M. Hum, Kedudukan Perusahaan sebagai subjek dalam gugatan perdata di Pengadilan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2007) hal. 87